Scroll untuk baca artikel
Example 325x300
Example floating
Example floating
Example 728x250
Kota Malang

SBMI Malang, HMI serta Formah UB sukses selenggarakan Nobar film “Before You Eat” dan diskusi Publik

86
×

SBMI Malang, HMI serta Formah UB sukses selenggarakan Nobar film “Before You Eat” dan diskusi Publik

Sebarkan artikel ini

MALANG, Jatimrelasipublik.com – SBMI, HMI melalui bidang PTKP dan Formah UB serta lembaga-lembaga lainnya yang turut ikut andil bekerjasama sukses menggelar Nobar film yang berjudul “before you eat” dan diskusi publik yang diselenggarakan di Desa jombok, Kecamatan Ngantang, Kabupaten Malang, Jawa Timur.

Pada Nobar dan diskusi ini, turut hadir juga Ketum DPN SBMI Pusat Mas Haryanto, Mas Abdillah juru kampanye laut Greenpeace, Mas Kasan Kurdi (Sutradara), Mas Ahmad Disnaker, Mas Habibi BP2MI, Pak Sujito Orang tua korban sebagai Narasumber.

Nobar dan diskusi publik ini, mampu menghadirkan ratusan peserta. Mulai dari masyarakat umum, para korban migran, mahasiswa, dan struktur kepemerintahan yang menjadi tamu undangan.

Setidaknya ada beberapa catatan kritis yang dapat menyentuh kita semua di agenda Nobar dan diskusi publik pada kesempatan ini, film yang berjudul “Before You Eat” mencoba membongkar fakta-fakta dibalik “kemewahan meja makan” yang kita nikmati. Sesungguhnya ada keringat, air mata, eksploitasi kemanusiaan bahkan nyawa para anak buah kapal (ABK) yang menjadi korban perbudakan modern selama ini. Mereka (ABK) tak terlihat dibalik kelezatan santapan ikan-ikan yang kita makan sebagaimana yang disampaikan oleh Mas Kasan Kurdi (Sutradara).

Pada catatan Serikat Buruh Migran Indonesia (SBMI), sejak September 2014 hingga Juli 2020 terdapat 338 kasus aduan yang berkaitan dengan kerja paksa di laut yang dialami oleh ABK Indonesia, sedangkan tahun 2021 sebanyak 188 kasus.

Berdasarkan data dari Organisasi Internasional untuk Migran (IOM), ada sekitar 4000 nelayan yang bekerja sebagai budak-budak disekitar pulau benjinan, mereka dipaksa bekerja selama 20-22 jam perhari. beberapa kasus yang di alami ABK adalah ada yang sudah bekerja selama 11 bulan hanya dikasih upah 4,3 juta, tidak diberikan waktu berkomunikasi dengan keluarga sampai bertahun-tahun, Bahkan banyak yang dilecehkan, dikurung, tidak dikasih makan yang layak, kalau ada yang sakit tidak diberikan perawatan yang baik, hingga berujung kematian.

Maka, tak jarang beberapa kasus yang ditemukan ketika ada ABK yang meninggal dunia kadang dilarung di laut oleh oknum-oknum yang tak berperikemanusiaan, kalaupun ada mayat yang dapat dipulangkan ruwetnya luar biasa, mulai dari urusan administrasi, berurusan dengan agen-agen yang tidak bertanggung jawab. Hingga memakan waktu selama 25-45 hari baru bisa dipulangkan. Sungguh miris bukan?

Tidak hanya sekedar itu, sebagaimana yang sampaikan mas Abdillah (juru kampanye laut, Greenpeace), para kapal-kapal pun tak jarang ditemukan menangkap ikan dengan menggunakan longline yang dapat merusak ekosistem laut, kadang menangkap hiu hanya sekedar mengambil siripnya saja.

Mulyadin PTKP HMI, Berdasarkan fakta-fakta di atas, dalam hal ini peran pemerintah sebagai pemangku kebijakan dan kepolisian sebagai penegak hukum seharusnya kasus-kasus yang berkaitan dengan perbudakan, eksploitasi kemanusiaan harus dijadikan sebagai kerja-kerja prioritas. Dan untuk para oknum-oknum serta PT-PT yang tidak bertanggung jawab harus di usung secara serius.

( Robby )

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *