RELASIPUBLIK.COM, MALANG – Bicara mengenai hukum hari ini, tak bisa dilepaskan dengan persoalan politik. Bahkan ada yang beranggapan bahwa hukum merupakan sebuah produk politik, atau sebaliknya politik lah yang harus sesuai dengan hukum. Lantas, manakah yang tepat diantara kedua pernyataan tersebut?
Hukum secara definitif setiap orang memilikiN definisinya masing-masing yang berbeda, bahkan para pakar hukum sekalipun memiliki pengertian mengenai hukum yang berbeda-beda pula. Sebagaimana Immanuel Kant pernah mengemukakan sebuah adigium yang terkenal “Noch Suchen die Juris ten eine definition zu ihrem Begriffe von Recht,” dan adigium tersebut hingga saat ini masih tetap berlaku, termasuk dalam hal mendefinisikan mengenai “hukum” itu sendiri.
Jika hukum diposisikan dalam arti sekumpulan peraturan-peraturan dibuat oleh lembaga yang berwenang sifatnya mengikat berisikan perintah dan larangan serta memiliki sanksi bagi yang melanggar. Maka disini, akan nampak bahwa hukum itu dibuat oleh sebuah lembaga/badan dan tentunya bernuansa politik.
Sebagaimana Moh. Mahfud MD mengemukakan bahwa politik hukum merupakan legal policy garis (kebijakan) resmi tentang hukum yang akan diberlakukan atau tidak diberlakukan baik dengan pembuatan hukum baru maupun dengan penggantian hukum lama, dalam rangka untuk mencapai tujuan negara.
Senada dengan pendapatnya Imam Syaukani dan A Ahsin Thohari yang menyatakan bahwa politik hukum adalah kebijakan dasar penyelenggara negara dalam bidang hukum yang akan, sedang, dan telah berlaku, yang bersumber dari nilai-nilai yang berlaku di masyarakat untuk mencapai tujuan negara yang dicita-citakan.
Selain itu politik hukum sebenarnya menganut prinsip double movement yaitu selain sebagai kerangka pikir merumuskan kebijakan dalam bidang hukum (legal policy) oleh lembaga-lembaga negara yang berwenang, ia juga digunakan untuk mengkritisi produk-produk hukum yang telah diundangkan berdasarkan legal policy.
Sebagaimana pemaparan diatas, prinsip double movement ini telah menggambarkan bahwa dalam hal mengkritisi produk-produk hukum yang telah di undangkan haruslah berdasarkan hukum. Karena sejatinya, hukum merupakan rule of the games (aturan/cara bermain) dalam melakukan sebuah tindakan.
Hal ini senada dengan pendapatnya Bernard L. Tanya yang menyatakan bahwa politik hukum hadir di titik perjumpaan antara realisme hidup dengan tuntutan idealisme. Politik hukum berbicara tentang apa yang seharusnya yang tidak selamanya identik dengan apa yang ada. Politik hukum tidak bersikap pasif terhadap apa yang ada, melainkan aktif mencari tentang apa yang seharusnya. Keberadaan politik hukum ditandai oleh tuntutan untuk memilih dan mengambil tindakan. Karena politik hukum adalah menyangkut cita-cita/harapan, maka harus ada visi terlebih dahulu. Jadi titik tolak politik hukum adalah visi hukum. Berdasarkan visi atau mimpi itulah, diformatkan dalam bentuk dan isi hukum yang dianggap capable untuk mewujudkan visi tersebut.
Dari banyaknya pengertian politik hukum diatas, maka dapat dirumuskan bahwa politik hukum adalah arahan kebijakan resmi yang dijadikan pijakan dasar dan cara dalam pembentukkan serta pelaksanaan hukum dalam rangka mencapai tujuan suatu negara. Dapat juga dikatakan bahwa politik hukum merupakan upaya menjadikan hukum sebagai proses pencapaian tujuan negara.
Politik hukum mengandung dua sisi yang tidak terpisahkan, yaitu sebagai arahan perbuatan hukum atau legal policy lembaga-lembaga negara dalam pembuatan hukum dan sekaligus sebagai alat untuk menilai dengan cara mengkritisi apakah sebuah hukum yang dibuat sudah sesuai atau tidak dengan kerangka pikir legal policy tersebut untuk mencapai tujuan negara.
Hukum dan politik itu berjalan beriringan, dalam artian bisa diibaratkan bahwa hukum tanpa politik ia akan lumpuh. Sedangkan politik tanpa hukum ia akan buta.
Profil Penulis:
Muhammad Fadli Efendi, S.H
Mahasiswa Program Magister Ilmu Hukum Universitas Brawijaya
*Nb : Tulisan ini sepenuhnya adalah menjadi tanggung jawab penulis, Tidak menjadi tanggung jawab redaksi.