Penulis : Noung daeng
SUMENEP, Jatimrrlasipublik.com – Pemerintah Kabupaten (Pemkab) Sumenep, Madura, Jawa Timur, telah mengambil sikap ihwal konflik penggarapan tambak garam di Desa Tapakerbau, Desa Gersik Putih, Kecamatan Gapura, yang ditolak oleh segelintir warga setempat.
Melalui Ketua Tim Terpadu Pengawasan, Penertiban, dan Perizinan (TP3) Sumenep Moh. Ramli, menyampaikan di media online bahwa Pemkab Sumenep meminta atau mengimbau agar kedua pihak terkait sama-sama menahan diri untuk tidak melakukan aktivitas.
Kebijakan Pemkab Sumenep tersebut mendapat reaksi yang keras dari Tim Penasehat Hukum para pemilik SHM.
Pasalnya, kebijakan tersebut dinilai oleh Penasehat Hukum (PH) para pemilik SHM tidak berkeadilan karena sangat merugikan kliennya.
Alasannya, Pemkab melaui Ketua TP3 Sumenep tidak memberikan penjelasan secara detail sampai kapan para pemilik SHM diminta untuk tidak melakukan penggarapan di lahan miliknya sendiri.
” Jika benar apa yang disampaikan oleh Ketua TP3 Sumenep di media, tidak perlu ditanyakan lagi, Kebijakan Pemkab ini sudah sangat jelas merugikan klien kami,” ujar Herman Wahyudi, SH., ketua PH Pemilik SHM, Sabtu (15/07).
Alasannya, lanjut Herman sapaan akrabnya, karena tidak ada jangka waktu yang jelas sampai kapan kami diminta untuk menahan diri. Dan bahkan juga tidak ada alasan hukum yang disampaikan kenapa kami diminta untuk tidak melakukan aktivitas penggarapan.
Seharusnya, kata dia, selain ada jangka waktu yang jelas, Pemkab Sumenep juga harus memberikan alasan hukum kepada kliennya yang secara sah diberikan hak oleh negara untuk mengelola obyek/lahan yang akan digarap menjadi ladang tambak garam.
” Bukan hanya karena ada pihak yang menolak dengan alasan obyek/lahan yang akan kami garap adalah pantai kemudian kita diminta untuk tidak melakukan aktivitas. Alasan tersebut sudah dipatahkan dengan adanya SHM milik klien kami,” tambahnya.
Herman menegaskan jika dirinya dalam waktu dekat akan melakukan audiensi dengan Pemkab Sumenep untuk memastikan kebenaran statemen Ketua TP3 di media tersebut.
” Kami disini bukan tidak menghargai kebijak Pemkab. Tapi hal ini menyangkut hak dari klien kami sebagai warga negara. Dan kami tidak akan tinggal diam apabila hak klien kami yang semestinya mendapat perlakuan yang sama dari pemerintah justru dirampas seperti ini,” tegasnya.
Dikutip dari laman media Radar Madura, Moh. Ramli Ketua TP3 Sumenep mengatakan bahwa Pemkab Sumenep mengambil kebijakan tidak jauh berbeda dengan keputusan sebelumnya.
”Kami meminta agar kedua pihak terkait sama-sama menahan diri untuk tidak melakukan aktivitas,” tegasnya.
Mantan Kepala DPMD Sumenep menyampaikan terkait legalitas objek tanah, pemkab tetap mengacu pada sertifikat hak milik (SHM). Jika sebagian warga mempersoalkan penerbitan SHM itu diimbau menempuh jalur hukum.
”Bisa dilakukan gugatan hukum daripada harus melakukan tindakan yang membuat keadaan tidak kondusif,” paparnya.
Menurutnya sikap pemkab itu bukan berarti berpihak terhadap penggarap. Sebab, selama situasi dan kondisi masyarakat belum kondusif, pemilik SHM diminta tidak melakukan aktivitas penggarapan.
”Dengan kebijakan ini, kami harap situasi di tengah masyarakat lebih kondusif,” ucapnya.
Jika pemilik SHM masih menggarap tambak garam, harus dilakukan langkah pendekatan secara baik-baik kepada masyarakat. Dengan demikian, tidak terjadi bentrokan alias peristiwa yang tidak diinginkan. Begitu juga dari sisi masyarakat yang menolak reklamasi pantai itu, penolakan secara fisik dianggap kurang baik.
”Silakan lakukan langkah yang mengarah pada situasi kondusif. Salah satunya yaitu dengan menempuh jalur hukum sesuai prosedur,” tuturnya.