Oleh: *Sulaisi Abdurrazaq*
(Kuasa dan Konsultan Hukum Erfandi)
_”Anda tidak bisa membuat revolusi dengan sarung tangan sutra.”_
(Joseph Stalin)
*SAYA* ingin jungkir balik, sambil tertawa ngakak, karena *Erfandi menang lagi.* Putusan PTUN Surabaya Nomor: 37/G/2022/PTUN.SBY tanggal 13 Juli 2022 telah dibacakan. Gugatan Erfandi dikabulkan seluruhnya. Jelas, Pilkades Taraban ilegal.
Bunyi putusannya begini:
_1. Mengabulkan gugatan Penggugat seluruhnya;_
_2. Menyatakan batal Surat Keputusan Ketua Panitia Pemilihan Kepala Desa Taraban Kecamatan Larangan Kabupaten Pamekasan Periode 2021 – 2027 Nomor : 19/SK/PAN.PILKADES/II/2022 tanggal 22 Februari 2022 tentang Penetapan Calon Kepala Desa Taraban Kecamatan Larangan Kabupaten Pamekasan Periode 2021 – 2027;_
_3. Mewajibkan Tergugat untuk mencabut Surat Keputusan Ketua Panitia Pemilihan Kepala Desa Taraban Kecamatan Larangan Kabupaten Pamekasan Periode 2021 – 2027 Nomor : 19/SK/PAN.PILKADES/II/2022 tanggal 22 Februari 2022 tentang Penetapan Calon Kepala Desa Taraban Kecamatan Larangan Kabupaten Pamekasan Periode 2021 – 2027;_
_4. Menghukum Tergugat, Tergugat II Intervensi 1 dan Tergugat II Intervensi 2 secara tanggung renteng untuk membayar biaya perkara sebesar Rp. 566.000,- (lima ratus enam puluh enam ribu rupiah)._
***
Saya ingin jungkir balik bukan semata-mata karena putusan menguntungkan klien saya, tapi karena ada wajah Pak Rogib Triyanto di memori saya, Kapolres Pamekasan yang _full back up_ Pilkades ilegal.
Awalnya, saya tidak ingin terlibat dalam aksi _symbolic sit-ins_ atau okupasi massa di Balai Desa Taraban tanggal 21 April 2022.
Tapi, saya ditelpon warga, katanya, Polisi meminta agar pengacaranya datang untuk memberi klarifikasi berkaitan dengan penetapan penundaan Pilkades Taraban oleh PTUN Surabaya.
Untuk menjaga agar obor semangat perjuangan tidak padam, saya datang ke lokasi, memberi penjelasan bahwa tindakan Panitia Pilkades yang berencana tetap memaksa menggelar Pilkades itu melanggar hukum. Ternyata Polisi dengan tangan besi menyatakan tetap akan mengawal dan mengamankan.
Protes, tuntutan, tekanan, dan negosiasi tentu bukan aksi politik santun _(polite politics)_, tidak teratur, tapi tidak destruktif.
Ketika massa lagi nyaman tiduran, ngerokok, bersantai tiba-tiba corong toa mendominasi suara dan berteriak:
_”Kami hanya mengamankan, bapak ibu jangan terprovokasi, jangan melakukan tindak pidana, karena nanti, akan kami proses jika melakukan tindak pidana”._
Perlahan tapi pasti, massa didorong mundur pasukan Polisi, dipimpin Kapolres. Ada reaksi, lalu:
_” hey, siapa itu?, tangkap dia, seret ke Polres”._ Teriak Pak Rogib Triyanto, Kapolres Pamekasan melalui corong pengeras suara mini (21/04/22).
Begitulah siasat Pak Rogib melumpuhkan semangat rakyat kecil yang berkobar. Pak Rogib menakuti, menghancurkan psikologi massa, mendukung kedzaliman, meski sebenarnya rakyat itu berada di posisi yang benar.
Protes massa itu ingin memastikan, agar Panitia Pilkades Taraban tahun 2022 memberi sikap hormat terhadap perintah intrinsik PTUN Surabaya, Pilkades harus ditunda. Negara hukum menempatkan titah pengadilan sebagai perintah tertinggi.
Sayang, Kapolres berdiri di pihak yang tidak hormat terhadap penetapan pengadilan. Pilkades telah digelar, dibawah senjata api laras panjang yang congkak.
Jadi, jika Kapolres menjaga pembangkang penetapan pengadilan, rakyat kecil itu berjuang melawan pembangkang. Melindungi wibawa PTUN.
Makanya saya ingin jungkir balik, karena setelah perspektif hukum dan hak konstitusional diuji dan diperjuangkan melalui saluran hukum yang benar, Erfandi menang, mestinya dia masuk sebagai Calon Kepala Desa Taraban dan ikut berkontestasi, jika Panitia _fair_.
Anggaran Pilkades, pengamanan oleh kepolisian dan pelantikan Kades Taraban, dihabiskan hanya untuk menyukseskan tindakan kolosal yang ilegal.
Kades Taraban yang terpilih di Tahun 2022, tidak punya legitimasi yuridis, karena Ketua Panitia melakukan Perbuatan Melawan Hukum, memaksa melawan Penetapan PTUN Surabaya Nomor: 37/G/2022/PTUN.SBY tanggal 11 April 2022.
Sementara itu, beberapa massa aksi dikriminalisasi, dipanggil dan diperiksa di Polres Pamekasan dengan dugaan perusakan fasilitas. Meski jelas, fasilitas yang berusaha diamankan massa itu ilegal. Selain itu, bukan dirusak, melainkan lecek karena dirampas kembali oleh Panitia Pilkades dengan cara paksa, sehingga robek. Polres luar biasa, seolah-olah berusaha menundukkan Erfandi, mencari pintu masuk lewat salah satu massa aksi.
Polres tegas untuk Taraban Larangan, tapi lemes untuk mengungkap seluruh pelaku rusuh di Desa Panaguan Proppo.
Tapi, untuk konteks Taraban. Terdapat risiko laten yang dapat terjadi jika jabatan Kades yang diperoleh melalui proses ilegal tetap dijalankan, baik melalui DD maupun ADD. Dapat terjadi _potential lost_.
Jika keuangan negara dijalankan oleh penguasa dengan fondasi legitimasi yuridis yang rapuh, ia rawan ambruk tertimpa reruntuhan konstruksi tirani, karena potensial terjerumus ke jurang tindak pidana korupsi yang dapat merugikan keuangan negara.
Kalau tidak percaya, mari kita buktikan!