Ilustrasi foto : Momentum Presidensi G20, Topang Pemulihan Ekonomi Ditengah Bayangan Pandem
MALANG, Jatimrelasipublik.com – Group of Twenty atau disingkat G20 merupakan sebuah forum kerja sama ekonomi internasional yang beranggotakan negara-negara dengan pondasi perekonomian besar di dunia. Adapun anggota G20 adalah terdiri dari 19 negara dan 1 lembaga Uni Eropa.
Beberapa negara itu antara lain Afrika Selatan, Amerika Serikat, Arab Saudi, Argentina, Australia, Brasil, India, Indonesia, Inggris, Italia, Jepang, Jerman, Kanada, Meksiko, Republik Korea, Rusia, Perancis, Tiongkok, Turki, dan Uni Eropa.
Dewasa ini, Indonesia untuk pertama kalinya dipercayai memegang mandat sebagai presidensi G20. Wewenang ini pun diemban sejak 1 Desember 2021 dan akan berlangsung hingga dengan 30 November 2022 mendatang.
Singkatnya, isitilah Presidensi G20 merupakan tuan rumah penyelenggaraan Konferensi Tingkat Tinggi (KTT) G20. Kata presidensi ini pun dibentuk karena G20 adalah forum internasional yang tidak memiliki sekretariat menetap atau dengan kata lain tuan rumah nya tidak permanen.
Sehinggga fungsi Presidensi G20 akan dipegang oleh salah satu negara dari anggota forum, dimana sistemnya pun akan terus berganti setiap periodenya. Sekilas sebelum Indonesia yang didapuk menjadi tuan rumah, negara Italia lebih dulu menjadi Presidensi G20.
Lantas, apa manfaat Presidensi G20 bagi negara yang menjadi tuan rumah dalam hal ini untuk kemajuan perekonomian Indonesia?
Jika merujuk dari laman indonesiabaik.id, Indonesia baru pertama kali menjadi Presidensi G20 sejak forum internasional ini dibentuk pada 1999. Tentunya kesempatan menjadi Presidensi G20 merupakan sebuah peluang besar bagi Indonesia sendiri.
Adapun beberapa keuntungan menjadi Presidensi G20 bagi Indonesia antara lain sebagai berikut:
Terlebih Presidensi G20 ini, dilaksanakan di tengah pandemi covid-19 sehingga membuktikan persepsi yang baik atas resiliensi ekonomi Indonesia terhadap krisis yang hari ini mecuat di beberapa negara.
Sehingga jika gelaran hajatan G20 ini sukses dilaksanakan, secara tidak langsung akan mengangkat citra nama Indonesia di kancah dunia dan bisa menjadi referensi dunia luar ketika melaksanakan event internasional dengan tetap memperhatikan protokol kesehatan.
Indonesia sebagai satu-satunya anggota G20 mewakili Asia Tenggara dan wakil dari negara berkembang. Status Indonesia menjadi Presidensi G20 seakan membuat pengakuan bahwa negara berkembang pun tetap bisa berperan aktif dengan negara-negara maju yang secara ekonominya besar untuk merumuskan perkembangan ekonomi kedepan.
Sehingga momentum presidensi ini yang hanya terjadi satu kali setiap generasi (+ 20 tahun sekali) harus senantiasa dimanfaatkan sebaik mungkin untuk memberi nilai tambah bagi pemulihan perekonomian Indonesia.
Sisi lain dari pertemuan-pertemuan G20 di Indonesia ini bisa menjadi sarana memperkenalkan pariwisata dan produk unggulan umkm Indonesia dikancah dunia.
Sementara itu, dilansir dari laman Kementerian Koordinator Bidang Perekonomian RI, Menko Perekonomian Airlangga Hartarto mengatakan setidaknya ada 3 manfaat besar menjadi Presidensi G20 bagi Indonesia.
Adapun manfaatnya, menurut dia, akan dirasakan di sektor ekonomi, pembangunan sosial dan politik.
Dari aspek ekonomi, diantara manfaatnya dapat meningkatkan konsumsi domestik hingga Rp 1,7 triliun, penambahan PDB nasional hingga Rp7,4 triliun, serta pelibatan UMKM. Dengan demikian juga berdampak pada penyerapan tenaga kerja sekitar 33 ribu di berbagai sektor.
Airlangga juga menambahkan, presidensi G20 juga akan bermanfaat untuk sektor akomodasi (transportasi), makan, minum, dan pariwisata, termasuk branding Indonesia di dunia internasional sebagai negara yang memiliki surga wisata dan khas makanannya.
Menciptakan lapangan kerja
Dikutip dari laman Kementerian Keuangan, Menteri Keuangan Sri Mulyani Indrawati menyampakan, manfaat Indonesia sebagai Presidensi G20, di antaranya dapat menciptakan lapangan kerja dengan jumlah yang besar karena setidaknya ada 157 pertemuan yang akan dilakukan selama kegiatan berlangsung.
“Jumlah sekitar lebih dari Rp7 triliun, jumlah kesempatan kerja yang tercipta,” ujarnya.
Selain itu, menurut dia, jika jumlah tenaga kerja dapat diserap dengan jumlah yang besarnakan bedampak pada pertumbuhan ekonomi warga, maka efek rambat itu juga akan memberikan pengaruh kepada Indonesia, seperti penerimaan negara, penerimaan pajak, bea cukai hingga penerimaan negara bukan pajak (PNBP).
Penulis : Robi Ariyanto