RELASIPUBLIK.COM, MALANG – “Salus Populi Suprema Lex Esto” (keselamatan rakyat merupakan hukum tertinggi) hal ini disampaikan oleh Marcus Tullius Cicero. Kita ketahui bersama bahwasannya seluruh negara di dunia termasuk negara Indonesia hari ini sedang mengalami kesusahan akibat adanya corona virus disease 2019 (Covid-19) yang telah memakan banyak korban jiwa.
Pada masa pandemi saat ini, di Indonesia berencana akan menyelenggarakan pesta demokrasi di berbagai daerah yaitu PILKADA (Pemilihan Kepala Daerah) Serentak kisaran ada 270 daerah dengan rincian 9 Provinsi, 224 Kabupaten, dan 37 Kota. Pilkada serentak tahun 2020 ini sempat mengalami penundaan yang awalnya direncanakan pada tanggal 23 September 2020. Akan tetapi, akibat adanya wabah Covid-19 saat ini ditunda dan akan diselenggarakan kembali tepatnya pada 9 Desember 2020 sebagaimana termaktub dalam UU RI No. 6 Tahun 2020 tentang Penetapan Peraturan Pemerintah Pengganti Undang-Undang Nomor 2 Tahun 2020 tentang Perubahan Ketiga Atas Undang-Undang Nomor 1 Tahun 2015 tentang Penetapan Peraturan Pemerintah Pengganti Undang-Undang Nomor 1 Tahun 2014 tentang Pemilihan Gubernur, Bupati, dan Walikota Menjadi Undang-Undang Menjadi Undang-Undang.
Pasal 120 PERPPU RI No. 2 Tahun 2020 menyatakan bahwa: (1) “Dalam hal pada sebagian wilayah Pemilihan, seluruh wilayah Pemilihan, sebagian besar daerah, atau seluruh daerah terjadi kerusuhan, gangguan keamanan, bencana alam, bencana nonalam, atau gangguan lainnya yang mengakibatkan sebagian tahapan penyelenggaraan Pemilihan atau Pemilihan serentak tidak dapat dilaksanakan, dilakukan Pemilihan lanjutan atau Pemilihan serentak lanjutan.” Kemudian Pasal 201A PERPPU RI No. 2 Tahun 2020 menyatakan bahwa: (1) “Pemungutan suara serentak sebagaimana dimaksud dalam Pasal 201 ayat (6) ditunda karena terjadi bencana nonalam sebagaimana dimaksud dalam Pasal 120 ayat (1).” (2) “Pemungutan suara serentak yang ditunda sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dilaksanakan pada bulan Desember 2020.”
Sebagaimana dasar hukum yang dipaparkan diatas, kemudian KPU, Pemerintah,bersama Dewan Perwakilan Rakyat Republik Indonesia telah mensetujui dan memutuskan bahwa Pilkada serentak ditetapkan pada tanggal 9 Desember 2020.
Suatu hal yang sangat disayangkan ketika memaksakan Pilkada serentak tahun 2020 ini tetap diselenggarakan ditengah-tengah situasi Pandemi, karena kita ketahui bersama bahwasannya sampai detik ini situasi Pandemi belum berakhir. Dimana secara data dan fakta kasus positif Covid-19 masih terus meningkat, sebagaimana laporan pada tanggal 13 Oktober 2020 kasus positif Covid-19 bertambah 3.906 menjadi 340.622 orang. Jumlah pasien sembuh bertambah 4.777 menjadi 263.296 orang dan kasus meninggal bertambah 92 menjadi 12.027 orang.
Pilkada merupakan ajang pesta demokrasi dalam menentukan seorang sosok pemimpin disetiap daerah, tentunya setiap masyarakat daerah berkeinginan memiliki pemimpin yang berkualitas, berkompeten, berkredibilitas, peduli terhadap rakyatnya, dan dapat mensejahterakan masyarakat daerahnya. Jangan sampai sebuah pesta demokrasi dalam hal ini Pemilihan Kepala Daerah dijadikan sebagai simbol formalitas belaka yang biasa diselenggarakan secara periodik tanpa ada sebuah maksud dan tujuan yang jelas.
Pemilihan Kepala Daerah secara langsung harus dimasukan dalam kerangka besar untuk mewujudkan pemerintahan daerah yang demokratis dan menciptakan penyelenggaraan pemerintah yang baik (good governance). Sebagaimana juga tentunya Pemilihan Kepala Daerah harus dilaksanakan berdasarkan asas langsung, umum, bebas, rahasia, jujur, dan adil. Hal inilah yang memberikan akses kepada masyarakat untuk bebas memilih sesuai hati nuraninya dalam menentukan sosok pemimpin yang dicita-citakannya. Hal ini memiliki korelasi dengan pembentukkan pemerintahan daerah sebagai bentuk rasionalitas masyarakat daerah yang diwujudkan melalui pemilihan Kepala Daerah dan Wakil Kepala Daerah secara langsung.
Maka sudah sepatutnya demi menjamin hak kostitusional masyarakat daerah di Republik Indonesia dalam hak memilih sosok pemimpin daerah harus diperhatikan secara serius, dalam situasi saat ini yang dimana Pandemi belum berakhir dan kasus positif Covid-19 terus mengalami peningkatan, maka pemerintah seharusnya pula tidak memaksakan Pilkada serentak untuk tetap diselenggarakan pada tanggal 9 Desember 2020. Selain berbicara mengenai hak konstitusional masyarakat dalam memilih, pemerintah juga harus memperhatikan keselamatan rakyatnya dari adanya penyebaran wabah Covid-19 ini. Sebagaimana dikemukakan diawal “Salus Populi Suprema Lex Esto” yang artinya keselamatan rakyat merupakan hukum tertinggi.
Adapun hal-hal yang perlu sekiranya diperhatikan oleh Pemerintah dan seluruh elemen penyelenggara Pilkada serentak tahun 2020 dalam menentukkan penetepan penyelenggaraan Pilkada serentak, sebagai berikut:
Pertama, sebagaimana dinyatakan dalam Pasal 201A ayat (3) yang berbunyi “Dalam hal pemungutan suara serentak sebagaimana dimaksud pada ayat (2) tidak dapat dilaksanakan, pemungutan suara serentak ditunda dan dijadwalkan kembali segera setelah bencana nonalam sebagaimana dimaksud pada ayat (1) berakhir, melalui mekanisme sebagaimana dimaksud dalam Pasal 122A.” Secara implisit terkandung makna bahwa ketika bencana nonalam ini belum berakhir, maka pemungutan suara serentak harus ditunda dan dijadwalkan kembali segera. Dalam artian status bencana nonalam ini harus benar-benar telah dinyatakan berakhir, barulah dapat diselenggarakan pemungutan suara serentak.
Kedua, bahwa wabah virus corona disease 2019 (Covid-19) telah dinyatakan sebagai Bencana Nonalam, sebagaimana ditetapkan dalam Keputusan Presiden Republik Indonesia Nomor 12 Tahun 2020 tentang Penetapan Bencana Nonalam Penyeberan Corona Virus Disease 2019 (Covid-19) Sebagai Bencana Nasional. Maka hal ini, menjadi konsekuensi rasional Pilkada serentak harus ditunda dan dijadwalkan kembali segera setelah penetapan status Bencana Nasional ini di cabut dan dinyatakan telah berakhir.
Ketiga, bahwa dalam hal pencegahan penyebaran Covid-19 telah dihimbau untuk tetap menjalankan kegiatan Work from Home dengan melakukan social distancing dan pyshical distancing serta menjalankan protokol kesehatan. Artinya menghindari kerumunan dalam antisipasi penyebaran Covid-19. Kita ketahui bersama, tentunya dikhawatirkan ketika pemungutan suara serentak ini tetap diselenggarakan pada 9 Desember 2020, kerumunan masyarakat tak dapat dihindari, dan ditakutkan akan menjadi klaster baru dalam wabah Covid-19 saat ini.
Keempat, bahwa setiap warga negara memiliki hak untuk memilih yang telah diatur secara konstitusional dan harus dijamin oleh Negara. Hal ini mengartikan bahwasannya masyarakat memiliki hak konstitusional untuk secara langsung, umum, bebas, rahasia, jujur, dan adil menentukan pilihannya sendiri sesuai hati nuraninya terhadap sosok calon pemimpin daerah. Karena dikhawatirkan pula tingkat partisipasi pemilih akan mengalami penurunan drastis akibat timbulnya rasa takut untuk datang ke TPS (tempat pemunguntan suara).
Sekali lagi jangan sampai Pilkada serentak ini hanya dijadikan sebagai simbol formalitas belaka yang diadakan secara periodik, tentu harus pula ditinjau maksud dan tujuan diselenggarakannya Pilkada serentak ini. Dimana Pilkada serentak ini merupakan momentum pesta demokrasi masyarakat daerah untuk memilih sosok calon pemimpin yang berkualitas, berkompeten, berkredibilitas, peduli terhadap rakyatnya yang akan menjalankan roda kepemerintahan daerah.
***
Oleh : Muhammad Fadli Efendi, S.H Mahasiswa Program Megister Ilmu Hukum Universitas Brawijaya.
Ket : Tulisan ini sepenuhnya menjadi tanggung jawab penulis, tidak menjadi bagian tanggung jawab redaksi.
Rubrik Opini Relasipublik.com regional Jatim terbuka untuk umum, Naskah bisa dikirim ke e-mail : jatimrelasipublik@gmail.com (Redaksi berhak tidak menayangkan opini yang dikirim).