Scroll untuk baca artikel
Example 325x300
Example floating
Example floating
Example 728x250
Berita UtamaJawa timurTerbaru

Puasa Tapi sia sia OLEH : SAEFUDDIN ZUHRI S.Kep. Ns. M. Kes

55
×

Puasa Tapi sia sia OLEH : SAEFUDDIN ZUHRI S.Kep. Ns. M. Kes

Sebarkan artikel ini

SURABAYA, Jatim.relasipublik.com Rosulullah SAW 1443 tahun yang lalu telah memperingatkan kepada kita semua, bahwa akan ada banyak orang yang berpuasa akan tetapi sia-sia puasanya, tidak mendapatkan pahala puasanya, tidak mendapatkan impact dari puasanya,

Mengapa hal tersebut terjadi ? …. mengapa banyak orang berpuasa tetapi tidak bisa memperbaiki ahlaqnya? ….  mengapa banyak orang berpuasa tetapi tidak mampu memperbaiki cara bicaranya, cara komentarnya di media sosial, cara menanggapi suatu prolematika , ??

Marilah kita introspeksi diri dan diskusi tentang peringatan Rosulullah tersebut.

Dari Sayyidina Abu Hurairah ra, baginda Rasulullah SAW bersabda, ” Berapa banyak orang yang berpuasa tetapi tidak mendapatkan apapun dari puasanya kecuali lapar dan dahaga. Banyak orang yang bangun malam, tetapi tidak mendapatkan apapun dari bangun malamnya kecuali keletihan berjaga malam.” (HR Ibnu Majah, Nasa’i, Ibnu Khuzaimah dan kitab At-Targhib).

Syekh Maulana Muhammad zakariyya Al Kandahlawi Rah.a dalam kitabnya Fadhilah Amal menerangkan mengenai hadits di atas. Menurutnya para ulama menyebutkan tiga penafsiran tentang hadits di atas.

Pertama;  hadits ini menyatakan tentang orang-orang yang berpuasa pada siang hari lalu berbuka dengan makanan dari hasil rizqi yang Subhad, rizqi yang bukan haknya, atau rizqi yang haram. Semua pahala puasanya hilang karena dosa memakan makanan tersebut., maka ia tidak memperoleh apapun dari puasanya, kecuali lapar dan dahaga sepanjang hari.

Kedua; hadits di atas menyatakan tentang orang-orang yang berpuasa namun mereka tetap, berdusta, berbohong, adu domba, berkata-kata kotor, memandang seseorang dengan nafsu sahwat,  ghibah (membicarakan keburukan orang lain)., maka ia tidak memperoleh apapun dari puasanya, kecuali lapar dan dahaga sepanjang hari.

Ketiga;  hadits di atas menyatakan orang yang berpuasa tetapi tidak menjauhkan diri dari maksiat dan dosa. maka ia tidak memperoleh apapun dari puasanya, kecuali lapar dan dahaga sepanjang hari.

Begitu pula halnya dengan orang yang salat sunah pada malam hari karena suka ghibah atau berbuat dosa lain. Misalnya mengerjakan salat malam karena riya atau pamer dan sum’ah (tujuan mencari kemashuran), maka akan sia-sia sholatnya.

Bapak Ibu dan teman-teman semua, marilah kita instrospeksi diri, muhasabah diri, berapa banyak dan telah berapa tahun kita menjalankan ibadah  Puasa Ramadhan seperti ini,  apakah puasa kita semakin tahun semakin berkualitas, atau tetap saja seperti tahun2 yang lalu ???

Yang pertama, yang harus kita fikirkan adalah, apakah kita yaqin tahun depan kita bisa diberi kesempatan ketemu bulan ramadhan lagi, berapa banyak saudar kita, teman kita yang tanpa sakit atau sakit sebentar lalu meninggal dunia, berapa banyak orang-orang yang kita cintai yang sakit covid-19 sebentar lalu meninggal dunia, semoga kita semua diberikan kesehatan yang optimal dan umur yang panjang yang barokah. Allahumma  aamiin… Alfatihah 3x.

Yang kedua, kita harus menganggap bahwa Puasa Ramadhon tahun ini adalah Puasa Ramadhon yang terakhir dalam kehidupan kita, Allah yang memiliki segalanya, Allah yang memiliki umur kita, ketika umur itu diminta oleh Allah,  siapapun, kekuatan apapun tidak bisa menghalangi kehendak Allah SWT.

Yang ketiga, kita harus berusaha meningkatkan kwalitas/tingkatan puasa kita di Ramadhon tahun ini.

Tingkatan Puasa Menurut Al-Ghazali, oleh Imam Abu Hamid Al-Ghazali dalam kitab Ihya Ulumuddin Jilid I. Terdapat 3 tingkatan orang berpuasa sebagai berikut.

I.        Puasa Umum Puasa umum adalah puasanya orang awam. Dalam puasa ini, orang melakukannya untuk mencegah perut dari makan, minum, dan menjaga diri dari godaan syahwat kemaluannya. Jenis puasa ini terbilang tingkatan puasa paling rendah. Alasannya, orang melakukan puasa hanya sekadar memenuhi persyaratan dalam ibadah ini yaitu menahan lapar, haus, dan bersetubuh suami istri di siang hari.

Mereka tetap mendapatkan balasan pahalanya, namun sedikit. Umat Islam mesti senantiasa berhati-hati menjaga puasanya agar tidak hanya sekadar rutinitas semata, atau sekadar menggugurkan kewajiban,

II.      Puasa Khusus Dalam puasa khusus, orang yang berpuasa tidak hanya sekadar menahan diri dari makan, minum dan bersenggama. Namun, dia juga mempuasakan indera dan alat geraknya dari melakukan berbagai hal yang dilarang dalam agama. Pendengaran, penglihatan, ucapan, hingga gerak tangan dan kaki diusahakannya agar tidak sampai melakukan tindakan maksiat.

Dalam Ihya Ulumuddin, puasa khusus ini adalah puasa orang-orang shalih. Untuk bisa masuk ke dalam tingkatan ini, seorang muslim mesti menjauhkan diri dari 6 perbuatan berikut.

1.  Menahan diri dari melihat dan memandang segala hal yang dicela dan dimakruhkan, yang dapat membimbangkan dan melalaikan hati dari mengingat Allah.

2.  Menjaga lidah dari perkataan sia-sia seperti mengumpat, berbohong, berkata keji, ucapan yang dapat merenggangkan persaudaraan, ucapan kebencian, atau mengandung riya’. Alih-alih demikian, seorang muslim yang berpuasa lebih baik berdiam diri,

3.  Menggunakan waktu untuk berzikir kepada Allah, dan membaca Al-Qur’an. Menjaga pendengaran dari mendengar kata-kata yang tidak baik. Ucapan yang haram diucapkan, haram pula untuk didengarkan.

4.  Mencegah anggota tubuh yang lain dari perbuatan dosa. Ini mulai dari tangan dan kaki atas segala yang makruh, juga mencegah perut untuk mengonsumsi hal-hal syubhat waktu berbuka. Tidak ada artinya puasa jika kemudian berbuka dengan makanan yang haram.

5.  Tidak berlebih-lebihan dalam berbuka sehingga perut sampai kepenuhan makanan. Imam Al-Ghazali, perut yang penuh sesak dengan yang halal, dalam konteks berbuka puasa, berbahaya. Pasalnya, bagaimana mungkin seseorang dapat mendapatkan faedah berpuasa dengan menghancurkan hawa nafsu, jika ketika tiba waktu berbuka, ia hanya mengincar apa yang tidak didapatnya pada siang hari kala berpuasa?

6.  Mempunyai hati yang diliputi rasa cemas dan harap karena ketidaktahuan apakah puasanya diterima atau tidak oleh Allah. Dengan demikian, ia senantiasa berusaha untuk memperbaiki diri, dan tidak berpuas pada level yang didapatkannya sekarang.

III.    Puasa Khususil Khusus Ini adalah puasa dalam level nabi-nabi, orang-orang shiddiq dan orang-orang muqarrabin. Dalam puasa tingkat ini, hati berpuasa dari segala cita-cita yang hina, segala pikiran duniawi, juga mencegahnya dari selain Allah ‘Azza wa Jalla. Dia tidak rela saat berpuasa justru lalai dari mengingat Allah. Fokus berpuasanya semata-mata untuk mencari ridha Allah. Oleh sebab itu, puasa di tingkatan ini adalah yang paling utama.

 Lantas, sudah berada dilevel imana tingkatan puasa kita selama ini ?

Semoga Puasa Ramadhan kita tahun ini bisa menapaki tangga yang lebih tinggi dalam kualitas ibadah puasa kita. Aamiin… ya mujibbussailin.

Wallahu a’lamu bisshowab.

Sumber : SAEFUDDIN ZUHRI S.Kep. Ns. M. Kes,/ Wakil Ketua NUCare – LazisNU Kota Surabaya.

Anggota GP ANSOR – BANSER Kota Surabaya

Ketua : DPK PPNI DINKES Kota Surabaya

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *